5 Alasan Virus Corona Wuhan ‘Ogah’ Masuk Indonesia

Pesona Moderato FM Madiun

5 Alasan Virus Corona Wuhan ‘Ogah’ Masuk Indonesia

Tidak adanya kasus positif virus corona Wuhan (2019-nCoV) di Indonesia disikapi beragam. Di satu sisi patut disyukuri karena memang tidak ada yang berharap ada yang sakit, di sisi lain ada juga yang mempertanyakan kemampuan mendeteksi.

Soal kemampuan mendeteksi virus corona baru, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) lewat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) menegaskan bahwa kemampuan Indonesia mendeteksi virus corona Wuhan tidak perlu diragukan.

“Jadi reagen itu sudah tersedia di laboratorium kami, sesuai dengan guideline yang diberikan dari WHO,” kata Kepala Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Dr dr Vivi Setyawaty, M Biomed, pada Jumat (31/1/2020).

Lalu kenapa belum ada satupun kasus yang terkonfirmasi positif, ketika jumlah kasus di negara-negara tetangga terus meningkat? Tentunya ada banyak faktor yang berpengaruh, 5 di antaranya seperti dirangkum  sebagai berikut.

1. Iklim tropis

Ahli mikrobiologi, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dr R Fera Ibrahim, MSc, SpMK(K), PhD dalam wawancara dengan detikcom membenarkan bahwa virus corona tidak tahan panas. Ditunjang dengan pola hidup sehat yang bagus, risiko infeksi bisa ditekan.

“Pengaruh iklim tropis, karena sinar matahari itu membantu juga kita untuk inaktifkan virus,” kata dr Fera, pada Kamis (30/1/2020).

2. Pengamanan ketat di bandara dan pelabuhan

Wakil Ketua DPR Komisi IX, Emanuel Melkiades Laka Lena, menilai penanganan dan pencegahan virus corona Wuhan di Indonesia jauh lebih baik dibanding wabah penyakit sebelumnya. Sedikitnya 135 pintu masuk negara telah dilengkapi thermal scanner sebagai deteksi awal.

“Di semua titik masuk negeri ini, itu dalam pengendalian Kemenkes dan pihak yang terkait. Keluar masuk Wuhan pun sudah dikontrol,” katanya.

3. Kit deteksi standar WHO

Kemampuan Indonesia mendeteksi virus corona Wuhan sempat mencuat ketika sebuah artikel di Sydney Morning Herald memuat pernyataan Prof Amin Soebandrio, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, soal reagen yang tersedia.

Menurutnya, ada reagen yang mampu mendeteksi dengan lebih cepat, dan Indonesia sedang dalam tahap pengadaan. Namun ditegaskan, hal itu tidak berpengaruh pada kemampuan mendeteksi, hanya saja memang butuh waktu lebih lama.

“Seharusnya sih kalau ada corona virus kita bisa deteksi,” tegasnya.

4. Kewaspadaan tinggi

Direktur Jendral P2P Kemenkes, dr Anung Sugiantono menyebut pada 28 Januari 2020 ada 13 orang yang masuk kategori people under observation, 11 di antaranya negatif novel coronavirus (2019-nCoV). Artinya, upaya mewaspadai risiko penularan telah dilakukan semaksimal mungkin.

“Jadi kalau ditanya mengapa Indonesia masih belum ada? Kita sudah mengupayakan yang tadi people under observation, dalam konteks suspect itu kita amati, sampai sekarang alhamdulillah tidak ada novel coronavirus,” jelas dr Anung.

5. Kekuatan doa

Manusia boleh berusaha, namun pada akhirnya kekuatan doa tetap tidak boleh diabaikan. Setidaknya itu tersirat dari pernyataan Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, dr Bambang Wibowo, SpOG(K), MARS, mengomentari belum adanya kasus positif di Indonesia.

“Makanya kita doa itu penting, menjaga perilaku hidup sehat, kemudian doa lagi. Kalau ada apa-apa segera periksa, dan jangan percaya sama informasi yang tidak benar,” ucap dr Bambang di Jakarta pada Rabu (29/1/2020).

Source : detik.com

Have your say