The New Twitter: Mastodon, Wanna Try This App?

Pesona Moderato FM Madiun

The New Twitter: Mastodon, Wanna Try This App?

Perubahan Twitter yang dianggap kian menggerus layanan memicu kekecewaan bagi penggunanya.

Tak terkecuali Eugen Rochko yang terdorong membuat aplikasi pihak ketiga dengan algoritma dan antarmuka serupa Twitter. Misi utama Rochko tak lain untuk mengembalikan performa Twitter seperti saat pertama kali muncul.

Layanan microblogging yang dinamakan Mastodon.social dikembangkan dan didistribusikan dengan sistem open-source. Hampir identik dengan semangat Twitter di awal kelahirannya.

Mengutip The Verge, salah satu ciri utama antara Twitter dan Mastodon tak lain pada pembatasan penggunaan karakter dalam sekali cuitan. Mastodon membatasi hingga 500 karakter, sementara Twitter hanya 140 karakter.

Meski belum dirilis resmi, namun Mastodon sudah berhasil mencuri perhatian banyak orang. Hal ini terbukti dari keriuhan sejak enam bulan lalu.

Dalam waktu 48 jam, Mastodon berhasil menarik perhatian 41.703 pengguna ataau tumbuh 73 persen. Tak pelak hal itu membuat server Mastodon down karena menerima hampir 1 juta kiriman.

Akibatnya, pada Selasa (4/4) pihak Mastodon terpaksa menutup pendaftaran untuk calon pengguna baru yang tertarik dengan layanan mereka.

Untuk mendorong adopsi Mastodon, Rochko pun mengakui kerap mempromosikan layanannya itu kepada semua orang yang dikenalnya.

Ia mengaku mendapatkan inspirasi nama Mastodon dari band metal kesukaannya.

Kekecewaan terhadap perubahan Twitter sebenernya bukan kali ini saja terjadi. Pada Juli 2012 lalu, seorang pengembang bernama Dalton Caldwell juga mengumumkan layanan kloning besutannya App.net yang dijadikan layanan pihak ketiga Twitter.

Meski sempat mengantongi sejumlah pengguna Twitter, namun App.net gagal tumbuh hingga akhirnya tutup pada Januari 2014.

Berkaca dari kegagalan tersebut, Rochko mengaku justru merasa tertantang untuk mengembangkan Mastodon. Ia mengaku telah mencoba belajar dari kesalahan App.net dan fokus pada layanan ‘realtime cloud’.

Alih-alih membangun layanan yang terintegrasi, Rochko ingin Mastodon yang lebih seperti email atau RSS bisa mengirimkan pesan publik untuk siapapun yang terdaftar dalam layanannya. Nantinya pengguna juga bisa membuat server dan menjadi host layanan mereka, sementara Mastodon akan bekerja di balik layar sebagai penghubung semuanya.

Dalam enam bulan pertama Mastodon mengklaim sudah berhasil menarik hati 24 ribu pengguna. Sejak mempromosikan layanannya melalui Twitter, ada ratusan pengguna baru yang mendaftar setiap jamnya.

Bagi pengguna yang tertarik dengan layanan ini, diwajibkan membayar US$1.000 per bulan. Meski mengklaim bukan untuk mencari keuntungan, Rochko mengaku uang tersebut digunakan untuk menyewa server dan asurans.

Sumber: CNN Indonesia

Have your say