Terapi Perilaku Penyandang Autisme Berbasis Rumah ‘Home Based Therapy’

Pesona Moderato FM Madiun

Terapi Perilaku Penyandang Autisme Berbasis Rumah ‘Home Based Therapy’

Memikili keluarga yang sehat dan bahagia adalah idaman semua insan di muka bumi, menjadikan keluarga sebagai investasi masa depan yang dapat menopang kehidupan orang tua di hari lanjut usia adalah harapan terbesar dari semua orang yang memiliki anak. Pada awal tahun 1980 an, pemerintah sudah mencanangkan program keluarga kecil bahagia dan sejahtera, dengan dua anak, laki-laki atau perempuan sama saja. Asumsi bahwa banyak anak banyak rejeki sudah terbantahkan dengan berbagai alasan dan argumen yang masuk akal. Memiliki jumlah anggota keluarga yang terkontrol, dapat memudahkan orang tua dalam merencanakan program sekolah/pendidikan anaknya di kemudian hari.

Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan selalu berharap bahwa apa yang “baik”, akan selalau ada di lingkungannya, apa yang “nikmat”, selalu dapat dicapai atau diraih. Namun apa yang dianggap baik oleh manusia, belum tentu “baik” dimata Tuhan, karena barangkali Tuhan juga “berharap” agar manusia sebagai mahluk ciptaannya, berusaha dan belajar agar menjadi lebih baik lagi. Adakalanya orang tua merasa “marah” dan “protes” bila memikili anak yang mungkin tidak sesuai dengan harapannya. Seperti bila ada orang tua yang memiliki anak dengan kondisi Autisme, hampir semua orang tua (pada awalnya) menolak, tidak percaya dan saling menyalahkan, hal ini biasanya berlangsung kurang lebih 2-3 bulan. Baru setelah itu, orang tua akan bangkit dan mencari informasi tentang kelanjutan “kehidupan” anak nya kelak, bagaimana sekolahnya nanti, kemandiriannya, kemampuan bantu diri nya, kemampuan verbalnya dan kemampuan akademiknya.

Pada dekade 90 an, kasus autisme sudah mulai terdeteksi di Indonesia, banyak orang tua yang mendapatkan diagnosis dari para praktisi di LN, seperti Singapura dan Australia, dan sudah mendapatkan tata laksana di center terapy yang ada disana, biasanya kurang lebih 1-2 bulan. Namun setelah kembali ke Indonesia, mereka kesulitan untuk mencari center terapy yang menangani secara khusus dan individual kasus autistik yang disandang oleh anak mereka. Biasanya mereka akan mencoba sendiri apa yang sudah dilihat dan diajarkan oleh terapist disana kepada anaknya. Pada dasarnya hal ini sangatlah ideal, karena orang tua lah nya seharusnya lebih tahu tentang kondisi anak, secara matriks pertumbuhan dan perkembangannya mulai sejak lahir hingga saat ini, namun karena kesibukan orang tua dan tanggung jawab yang tidak hanya ke anak yang autisme tersebut, maka biasanya orang tua akan mencari tenaga terapist dan guru pembimbing khusus, untuk memberikan pembelajaran bagi anaknya di rumah.

Pada dasarnya bila nanti sudah mendapatkan tenaga pengajar bagi anaknya, program yang disusun dan dilaksanakan, merupakan hasil diskusi, assesment dan observasi bersama antara terapist dan orang tua, yang akan dievaluasi mungkin sekitar 1-2 bulan sekali.

Saat akan memulai proses terapi atau tata laksana, maka perlu disiapkan ruangan yang khsusus digunakan untuk belajar, bukan digabung dengan kamar tidur, ruang tamu, atau pun diruangan yang digabung dengan akivitas anggota keluarga yang lainnya. Setelah menentukan ruangan selajutnya mencari alat peraga dan media yang digunakan, seperti sepasang kursi dan meja, kartu angka, warna, huruf dan gambar, juga alat permainan edukasi, seperti meronce, memasang puzzle, memasukkan benda pada tempatnya dll. Selain itu ditentukan durasi satu session terapy, frekuensi dalam waktu satu minggu, jenis terapi penunjang apa saja yang diperlukan.

Kelebihan proses belajar di rumah adalah, waktu yang digunakan untuk proses belajar bisa lebih lama, bila satu session selama dua jam, maka satu hari bisa paling tidak dua session (pagi dan sore), materi bisa lebih bervariasi, bila anak sedang bosan atau merasa jenuh di dalam kelas, bisa break sebentar untuk keluar ruangan, minum, atau makan makanan kecil. Sedangkan kekurangannya adalah, sulit untuk menerapkan hal yang konsisten antara semua anggota keluarga dalam menerapkan aturan dari terapist. respon dari anak yang biasanya lebih sulit saat belajar di rumah, terutama di awal proses belajar, karena keinginan anak yang lebih banyak dan sulit untuk dikondiskan.

Macam atau jenis terapi yang bisa diterapkan di rumah diantaranya :

  1. Terapi perilaku (ABA, DTT); Applied Behaviour Analysis dan Discreate Trial Trainning, dalam terapi ini, yang diutamakan adalah kepatuhan anak dalam melaksanakan instruksi, mengurangi perilaku negatif dan mempertahankan perilaku yang positif;
  2. Terapi wicara, berguna untuk merangsang oral sensor motor anak. seperti membuka tutup mulut, meniup dll. meniru huruf vokal, seperti “a”, “i”, “u”, “e”, “o”.
  3. Terapi okupasi diberikan bagi mereka yang mengalami gangguan motorik halus, seperti untuk meronce, memasang puzzle, meletakkan benda sesuai dengan posisinya dll.
  4. Terapi fisik, seperti hiking, berkuda, berenang, bersepeda dll. dilakukan disela-sela kegiatan pembelajaran di dalam kelas, biasanya dilakukan sore hari sekitar pukul 15.00-17.00.

Untuk terapi yang bersifat medikamentosa, harus dipertimbangkan secara cermat, segala bentuk protokolnya, mulai dari pemilihan jenis intervensinya, berapa lama dilakukan, apa saja yang perlu disiapkan, dana nya mencukupi atau tidak, efek yang ditimbulkan bagaimana dan bila berhenti “di tengah jalan”, bagaimana efeknya bagi anak  dll. Ada perbedaan yang mencolok antara protokol intervensi medis ini, seperti perlunya diet CFGF atau tidak. Ada yang merasakan manfaat nya setelah melakukan diet secara ketat, dimana anak jadi lebih “tenang”, emosinya jadi lebih terkontrol dan mudah memahami perintah sederhana. Namun ada juga setelah menjalani diet secara ketat, justru emosi anak jadi lebih tinggi, mudah marah karena keinginannya tidak dipenuhi dan kondisi tubuh anak yang kurus.

Proses pembelajaran di rumah, sebaiknya tidak hanya menggunakan satu metode tata laksana, karena waktu belajar yang cukup panjang, bila hanya menggunakan satu metode, akan membuat anak mudah bosan dan jenuh bagi tenaga pengajarnya. Minimal menggunakan 2 tenaga terapist yang melakukannya secara bergantian. Sedangkan untuk aspek kurikulum atau materi pembelajaran, bisa dibuat beberapa sesi, misalkan sesi satu pada pukul 07.30-09.30, 10.00-12.00, 13.00-14.30, 15.00-17.00. sedangkan untuk kemampuan bantu diri, kita ajarkan disela sesi terapi, seperti mandi, sarapan dan berpakaian, kita mulai pada pukul 06.30. pada pukul 09.30-10.00 kita ajarkan toilet trainning, bantu diri (memakai dan melepas baju), minum dan makan snack. Saat sore hari lebih banyak ke outdoor terapy, seperti belajar di luar ruangan, seperti merapikan tempat tidur, membuang sampah pada tempatnya dll.

Kendala yang sering muncul biasanya emosi dan perhatian anak kurang fokus saat di rumah, mudah marah dan sering minta alasan untuk keluar ruangan. hal ini karena saat di rumah biasanya keinginan anak lebih banyak. Untuk itu memang perlu pendekatan dan variasi dalam pemberian materi, tidak selalu pada aspek akademik, namun juga pada kemampuan bantu diri dan motorik.

Untuk aspek bahasa verbal atau ekspresif, biasanya kesulitan untuk menggunakan satu bahasa dulu (bahasa Indonesia) dan tidak dicampur dengan bahasa daerah atau bahasa Inggris. Juga kesulitan untuk memberikan perintah atau instruksi menggunakan bahasa atau kalimat yang singkat dan jelas, karena sudah terbiasa menggunakan kalimat yang biasa dilakukan sehari-hari.

Sumber :

D A L T A    O Z O R A

SEKOLAH ANAK AUTIS & SPECIAL NEEDS

SIDOMULYO RT 11/RW 3, KEC. SAWAHAN, KAB. MADIUN

MAYJEND. SUNGKONO NO 62 LANTAI 2, MADIUN  0819615210

 

http://autismadiun.blogspot.com                                                  E-mail: daltozora@gmail.com

Have your say